PENYIMPANGAN POLITIK TERHADAP PANCASILA

 




BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
 Di era repormasi ini dimana hampir semua organisasi, perkumpulan maupun grup di dasari dengang politik sebagai pelindung dan senjata yang digunkan, dimana semakin lama politik ini semakin jauh dari peranan yang seharusnya. Dimana apabila kita harus melihat sekilas pada dasar negara ini yaitu Pancasila, dimana peranan Pancasila hampir tidak dibutukan karena politi yang fasib dan tidak mengenal hukum dan ampunan, dan membunnuh setiap indipidu yang melan atau yang menentang dasar ideologi politik yang ia pahami.
 Dengan berjalannya politik yang seperti itu secara tidak langsung sudah sangat menodai dan mencemari Pancasila. Dimana perlakuan atau paham politik sudah tidak lagi menghargai pancasila yang seharusnya mejadi dasar, pedoman, dan kesetaraan antar indipidu. Seperti yang tertera pada sila pertama “KeTuhanan Yang Maha Esa”, karena politik manusia sangat jauh dari pada Sila pertama, di sebabkan pemahan politik yang salah, dan menjadikan Uang sebagai tuhan, untuk mencapai tujuan dan kekuasaan.
 Dan kita lihat kembali pada sila kedua”Kemanusian yang Adil dan Beradap”, dimana politik pada jaman sekarang sudah tidak ada lagi kemanusian, keadilan dan adap. Karena sangat haus akan posisi, haus akan hasrat menguasia di bangsa ini tidak lagi memikirkan 3 hal yang sangat penting sehingga mau melakukan apapun untuk mencapai keinginannya, dan memperkaya dirinya, melalui politik dan jalan kebohongan.
 Pada era sekarang bangsa indonesia hampir tak ada kesatuan dikarena paham politik yang di anut salah, dan kepempinan yang tidak di dasarkan hati nurani dan menjunjung tinggi kebersamaan, juga hampir tidak ada keadilan yang setara, dan itu sangat tidak sesuai dengan sila ke tiga sampai sila ke lima.
 Dimana dengan pemahan sosial politik yang salah ini mengakibatkan Penyimpangan
Politik Terhadap asas negara Indonesia yang di dasarkan Pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Sehingga rasa kebersamaan, sosial, adat istiadat, agama di tinggalkan jauh dari pada kehidupan berpolitik di negeri .

Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
a)       Tujuan
Penelitian bertuan untuk Membandikan Pemahaman politik dan Pancasila Apakah sama atau saling bertolak belakang.
Kemudian memahami tujuan politik dan pancasila
Ingin mengkaji ulang tentang politik yang seharusnya di dasari dengan Pancasila yang sebagai dasar negara dan pedoman yang seharusnya menjadi teladan didalam melaksanakan politik yang jujur, rapi dan bersih.
b)       Kegunanan Penelitian
Untuk mengajak generasi muda Indonesia ke arah yang lebih baik lagi dan meninggalkan pergerakan politik yang seperti sekarang, saling hujat dan tidak bermoral. Untuk itu kita harus mengkaji ulang apa itu politik dan seperti apa politik ketika di dasari dengan pancasila dan undang – undang dasar.

Landasan Teori
 Dimana di era sekarang hampir segala sesuatu yang dilakukan manusia di Bangsa ini (Indonesia) di dasarkan dengan politik. dimana dunia berpolitik yang di laksanakan sangat bertolak belakang pemahan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Indonesi.

BAB II
PEMBAHANSAN
A. Pengertian
a) Pengertian Etika
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan perbagai ajaran moral. Etika dibagi menjadi 2 yaitu etika umum dan khusus. Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan perbagai aspek kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia melakukan semua tindakan sehari-hari yang menjadi pegangan. Adapun nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila tertuang dalam berbagai tatanan sebagai berikut:
1.          Tatanan bermasyarakat
2.          Tatanan bernegara
3.          Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri
4.          Tatanan pemerintah daerah
5.          Tatanan hidup beragama
6.          Tatanan bela negara
7.          Tatanan pendidikan
8.          Tatanan berserikat
9.          Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintah
10.       Tatanan kesejahteraan sosial

b)    Pengertian Politik
Politik yaitu kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
Pengambilan keputusan atau decisions making mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang dipilih. Untuk pelaksanaan tujuantujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang ada.  Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suatu kekuasaan (power), dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan (coercion). Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.

c)     Pengertian Etika Politik
Etika politik merupakan macam-macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem tersebut. Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan dengan bidang pembahsan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
 Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.
Pancasila sebagai etika politik bagi bangsa dan negara Indonesia adalah etika yang dijiwai oleh falsafah negara Pancasila. yaitu:    
  1. Etika yang berjiwa Ketuhanan yang Maha Esa    
  2. Etika yang berprikemanusiaan 
  3. Etika yang dijiwai oleh rasa kesatuan nasional
  4. Etika yang berjiwa demokrasi
  5. Etika yang berkeadilan sosial

B. Budaya Politik Indonesia
Etika politik merupakan macam-macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem tersebut. Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan dengan bidang pembahsan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.
Pancasila sebagai etika politik bagi bangsa dan negara Indonesia adalah etika yang dijiwai oleh falsafah negara Pancasila. yaitu: 1.      Etika yang berjiwa Ketuhanan yang Maha Esa
2.          Etika yang berprikemanusiaan
3.          Etika yang dijiwai oleh rasa kesatuan nasional
4.          Etika yang berjiwa demokrasi
5.          Etika yang berkeadilan sosial

C. Budaya Politik Dilandaskan Pancasila
Setiap masyarakat memiliki nilai-nilai dasar dan karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga masyarakat juga memiliki budaya politik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara bersumber dari akar budaya politik yang merupakan wujud sintesa peristiwa-peristiwa sejarah yang telah mengkristal dalam kehidupan masyarakat dan diwariskan turun temurun berupa tatanan nilai dan norma perilaku. Di Indonesia, nilai-nilai itu merupakan nilai-nilai dasar yang meskipun berbeda-beda namun tidak bertentangan satu sama lain. Nilai itu berasal dari nilai-nilai masyarakatmasyarakat adat yang ada di seluruh Negara Indonesia yang kemudian dirangkum dan disatukan dalam Pancasila sebagai dasar negara. Dengan demikian akar budaya tersebut secara keseluruhan dapat dilihat dalam Pancasila.
Setiap sila dalam Pancasila mengandung nilai-nilai yang memiliki makna mendalam. Prinsip-prinsip (nilai) dasar dalam Pancasila adalah prinsip Ketuhanan yang menjadi elemen paling utama dari elemen negara hukum Indonesia, prinsip musyawarah, keadilan sosial serta hukum yang tunduk pada kepentingan nasional dan persatuan Indonesia yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia, prinsip keadilan sosial, dan prinsip terakhir negara hukum Indonesia adalah elemen dimana hukum mengabdi pada kepentingan Indonesia yang satu dan berdaulat yang melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.
Nilai-nilai dasar sebagaimana disebut di atas, dijabarkan dalam perilaku-perilaku seperti menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Apabila dikaitkan dengan perilaku politik yang dilaksanakan dalam pemilu ataupun pemilukada, nilai ini seringkali dikesampingkan. Realita yang terjadi sekarang ini menunjukan bahwa seringkali pemenang pemilu melupakan kepentingan rakyat yang diwakilinya demi kepentingan dirinya sendiri atau bahkan partai politiknya. Para pemenang pemilu atau pemilukada terkadang hanya berpikiran pragmatis untuk jangka pendek dan berusaha meraih keuntungan sebanyakbanyaknya dari jabatan yang telah ia dapatkan, tanpa melihat efek jangka panjang atas perilakunya tersebut. Tidak hanya itu untuk memperoleh dan melanggengkan kekuasaannya para kontestan pemilu menghalalkan segala cara untuk dapat terpilih atau terpilih kembali.
Nilai lain budaya kita yang sudah dilupakan antara lain adalah nilai musyawarah, toleransi, tepa salira, kerjasama, gotong royong, kekeluargaan, kejujuran, saling menghargai satu sama lain, dsb. Perlu diingat bahwa pemilihan umum secara langsung bukanlah berarti lebih demokratis apabila dibandingkan dengan proses pemilihan dan pengambilan kesepakatan yang dilakukan dengan cara tidak langsung, seperti musyawarah atau lobi. Pemilihan langsung hanyalah pilihan dari beberapa sistem demokrasi. Mahkamah Konstitusi dalam salah satu putusannya mengakui sistem pemilihan yang berasal dari adat istiadat Papua, pengambilan keputusan, termasuk pemilihan perwakilan dengan sistem noken di daerah Yahukimo, Papua, diakui sebagai salah satu nilai budaya yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi. Dengan kata lain, sistem demokrasi itu sendiri dapat disesuaikan dengan nilai-nilai budaya setempat dengan dilandasi komitmen untuk mendahulukan kepentingan umum dan menegakan etika politik.
Kebebasan sebagai inti dari demokrasi bukan berarti kebebasan tanpa batas dan tanpa tanggung jawab. Terkait dengan pemilihan umum, adanya kebebasan berpolitik tanpa konsep tanggung jawab hanya akan menjerumuskan kita pada budaya anarki dan mau menang sendiri. Kebebasan berpolitik harus diimbangi dengan keberadaan aturan hukum dan etika politik sebagai syarat terwujudnya demokrasi. Tentu kita harus menolak bila aktivitas-aktivitas politik masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu dikatakan sebagai cerminan budaya politik bangsa Indonesia. Pelanggaran dan penyimpangan seperti itu bukanlah budaya asli bangsa Indonesia, namun bila hal tersebut dibiarkan maka bukan tidak mungkin pelanggaran dan penyimpangan tersebut akan dianggap sebagai budaya bangsa yang pada akhirnya akan merusak tatanan demokrasi bangsa Indonesia. Tanpa adanya komitmen untuk mematuhi nilai-nilai budaya, aturan hukum serta etika politik yang ada, politik bersih yang didambakan selama ini sulit untuk diwujudkan.

D.    Dimensi Manusia Politik
a.  Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial
Paham individualism yang merupakan bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas, konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara dasar merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme mamandang siafat manusia sebagi manusia social. Individu menurut paham kolekvitisme dipandang sebagai sarana bagi amasyarakat. Oleh karena itu konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filsofi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagi invidu dan segala aktivitas dan kreatifitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai masyarakat atau makhluk sosial. Kesosialanya tidak hanya merupakan tambahan dari luar terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa tergantung pada orang lain.
Manusia didalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan berkembang karena dalam hubunganya dengan orang lain. Dasar filosofi sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah monodualis yaitu sbagai makhlukindividu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia bukanlah totalis individualistis. Secara moralitas negara bukanlah hanya demi tujuan kepentingan dan kesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
b.  Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dimensi ini memiliki dua segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif. Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu kehidupan masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif dan otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat kepada norma-normanya. Oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lemabaga itu adalah negara. Penataan efektif adalah penataan de facto, yaitu penatan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan masyarakat. Namun perlu dipahami bahwa negara yang memiliki.

E.    Makna Nilai Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berpolitik
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silasilanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tak bias ditukarbalikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan mendalami nilai nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila.
-          Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. YangMaha
Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat- Nya dan perbuatanNya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2.

-          Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
-          Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
-          Kerakyatan          Yang   Dipimpin        oleh     Hikmat      Kebijaksanaan            dalam permusyarawatan/Perwakilan
Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
-          Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri.
Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia tampa pandang bulu. Nilai-nilai Pancasila tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbaghai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.

F.     Nilai Nilai Terkandung Dalam Pancasila Sebagi Sumber Etika Politik
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan: a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).
b)  Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c)  Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok Negara.

G.   Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Pancasila sebagai etika politik mempunyai lima prinsip yaitu disusun menurut pengelompokan pancasila, sehingga bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1.      Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme  mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2.      Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Hal tersebut dikarena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a.Mutlak          karena manusia          memilikinya   bukan karena pemberian
Negara,    masyarakat, melainkan karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
  b.Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
  Bila mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga generasi hak-hak asasi manusia:
1)     Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis    dan   perlakuan wajar di depan hukum.
2)     Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial
3)     Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif    (misalnya minoritas-minoritas etnik).

3.  Solidaritas Bangsa
     Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara melingkar: keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar oleh korupsi.

4.  Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah “kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a.    Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
b.   Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5.  Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive pelaksanaan ide-ide, ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan sosialisme. Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan social diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilanketidakadilan itu bersifat structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas. Ketidak adilan struktural paling gawat sekarang adalah sebagian besar segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya. Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:

1.        Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2.        Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3.        Korupsi.

H.   Tujuan Etika Dalam Berpolitik
Tujuan etika dalam berpolitik yaitu mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil.Pemerintahan yang sesuai dengan pancasila atau etika politik yaitu pemerintahan yang menjunjung tinggi kejujuran. Apabila kita berpolitik menggunakan etika, kita akan lebih bertanggung jawab karena kita mengetahui pengertian ,batasan dan tujuan dalam berpolitik sehingga terhindar dari penyimpangan yang sering terjadi.

I.      Dampak Terjadinya Penyimpangan
Dampak dari terjadinya penyimpangan yaitu mengajarkan kepada rakyat Indonesia bahwa ketidak jujuran atau kecurangan dalam berpolitik di halalkan dan rusaknya pemerintahan Indonesia akibat petinggi Negara yang terpilih atas uang bukan kemampuan dalam berpolitik yang berakibat pada berbagai bidang di kehidupan.

J.     Alasan Penyimpangan Masih Ada
Rakyat Indonesia dapat menerima penyimpangan yang terjadi karena berbagai alasan, misalnya pendidikan rendah sehingga pengetahuan akan etika berpolitik kurang, tingkat ekonomi yang kurang, dan ketidak pedulian rakyat terhadap pemerintahan dikarenakan kekecewaan rakyat terhadap janji-janji petinggi Negara yang terdahulu yang tidak sesuai dengan kenyataan

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil selama penyusunan masalah ini:
Bahwa Penyimpangan Politik Terhadap Pancasila sangat terasa dan dapat kita lihat, dan dimana kita dihadapkan dengan fakta yang nyata dimana kita menemukan persaingan yang sangat tidak sehat terjadi, dan dapat kita ambil 1 contoh nyata:
Dimana pemilihan Presiden Republik Indonesia, dimana terjadi kecurangan, sabotase, dan menyangkali hasil pemilihan umum yang di adakan. Dan dimana terjadinya politik uang, segala sesuatu selalu dibayar dan di adakan dengan uang.

B.   Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesinambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang sesuai dengan etika politik agar semua berjalan menuju kebaikan hidup.
  

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.Edisi Revisi Cetakan Pertama. Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi
Hague, Rod, et.al. 1998. Comparative Government and Politics (fourth edition: fully revised and updated). London: Macmillan Press Ltd.
Kaelan Ms. 2004 . Pendidikan Pancasila. Jakarta: Paradigma offset
Kantaprawira, Rusadi. 1985. Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar. Sinar Baru, Bandung.
Permana, Setia, 2003. Politik Indonesia, Konspirasi Elit dan Perlawanan Rakyat. Ceplas, Bandung.
Soegito,dkk.Pendidikan Pancasila.Semarang: UPT UNNES PRESS
Sunarto,dkk.2010.Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Semarang: UPT

UNNES PRESS

    Choose :
  • OR
  • To comment